“kriiiiiiiiiiiiiiiiiing~!” bunyi sebuah jam weker yang kemudian disusul dengan bunyi “brakk!”
tanda kalau sang pemilik jam weker yang malang itu telah terbangun.
Mata coklatnya terbuka dan agak berat untuk dibuka. Diposisikan dirinya agar
duduk dan langsung menguap lebar-lebar, sampai-sampai ada lalat, nyamuk, dan gajah(?) masuk kedalam mulutnya.
“ARINI! Bangun! Ayo makan!” terdengar suara seorang perempuan dari ruang
makan.
“Iya.. aku bangun!” jawab si pemilik rambut sepinggang yang berantakan
itu.
Arini, seorang anak
yang sederhana. Mahasiswi dari Universitas Delima Putih Bandung yang dapat
diterima di sana karena Beasiswa. Membuka pintu kamarnya dan berjalan lemah
menuju ruang makan. Disana, sudah menunggu seorang gadis yang memanggilnya
tadi. Yang bernama Alya.
“yaampun... jam segini baru bangun? Kamu tidur jam berapa sih?” tanya
Alya dengan marahnya sambil memukuli meja dengan ujung sendok.
(Oaahhmm~ *garukgarukpunggung)
“ Yaaah~ biasa lah tugas kampus nompok neh..”
“Owh... yaudah nih!” jawab Alya sambil menyodorkan segelas teh ke Arini. “Biar gak ngantuk di kelas..”
“makasih..”
Tiba-tiba...
“Hallo..” terdengar sayup-sayup suara gadis dari dapur. “GLUEK!
Eh, Ar.. suara sapa noh?” tanya Alya dengan muka horror.
“Haaaallloooo~” makin lama makin terdengar.
“Jangan- jangan.........” gerutu Arini gemetaran.
1 detik...
3 detik..
9 detik...
“SETAAAAAAAAAAAAANNNNNN!!!!!!” Teriak kedua gadis itu. *lamaamatloadingnya?
“Hah? Sapa yang setan? Ini aku oneng~!” kata Resa, sahabat Arini dan
Alya. *duaghplakkduagh! pukulan dan jitakan indah dilontarkan kearah
kepala Resa.
“Hieeeeh~ sakit conge’!” teriak Resa sambil mengelus kepala benjut(?)nya
itu.
“MAKANYA.. JADI ORANG GAK USAH NYETAN!!” teriak dua gadis itu bersamaan
secara merdu...
Dengan menggembungkan
pipinya, Resa menggumamkan kata ‘dedemit’ kebanggaannya itu lalu berkata. “ya maap.. kan
aku kagak sengaja.. aku cuma mau bawain makanan dari warteg deket kos-kosan.
Soalnya semuanya dah pada pergi.. jadi gak tau mau makan ma sapa.” Jelas Resa
lalu membuka plastik berisi semur ayam dan ikan goreng.
17 menit kemudian...
“wah.. tumben kamu bawa makannya enak begini.. tau aja kalo lagi gak ada
yang masak..” kata Alya sambil mengisi gelasnya dengan air putih.
“yaylh... mknany mph darmh’ kn enkss!” jawab Resa dengan mulut penuh
dengan makanan. *setdah.. maruk
amat! “telen dulu..” kata
Arini sambil menyeruput minumannya.
“GLEK! Yaiyalah.. makanannya
mpok Darmi kan enak..”
“mpok Darmi? Kaya nama video jawa gokil yang ada di youtube..” komentar
Alya sambil menyuapkan nasinya ke mulut.
“BUKAN, lain lagi.. kebetulan aja namanya sama..” jawab Resa.
Sambil membereskan sisa
sarapan mereka, Arini langsung memotong. “eh.. sekarang dah jam berapa yah?”
“umm...” gumam Alya sambil melihat jam tangan bergambar bunga-bunganya.
“sekarang jam 07.30..”
Diam...
.
.
.
“HAH?! DAH JAM 07.30?! KITA BISA TELAT!!!” histeris Arini sambil mengambil tasnya dari
kursi dan berlari menuju pintu diikuti dengan Alya dan Resa.
5 menit kemudian...
“fuah... akhirnya~” teriak Alya sambil mengelap dahinya yang
berkeringat.
“eh... ak masuk kelas dulu yah..” sahut Resa yang baru Arini dan Alya sadari sudah
berjarak jauh dari mereka. *dasardedemit!
“ya... aku juga ya... temen cheerleadersku dah dateng nih..” sahut Alya
juga..
“daaaahhh~” jawab Arini.
Jam istirahat
berlangsung. Alya yang masih sibuk dengan latihannya dan Resa yang masih sibuk
berkutat dengan kamera dan ‘sepasangjodohsamajenis’
yang dia ikuti sambil mencuri foto mereka. Arini yang mulai lelah karena harus
mencari Resa. Terpaksa harus makan di kantin sendirian.
Alarm tanda masuk berbunyi.. semua mahasiswa harus
masuk dan meneruskan pelajaran yang akan diberikan. Arini mendengus karena
harus mewawancarai salah satu anggota Taekwondo di kampusnya itu. Ia kesal
karena yang seharusnya mewawancarai adalah temannya. Tapi karena temannya tidak
masuk, mau tak mau harus dia yang menggantikan.
Sampai di ruang latihan, Arini menghampiri seorang
dengan sabuk berwarna hitam, tanda kalau dia adalah senior.
“permisi.. apa saya bisa mewawancarai salah satu anggota taekwondo
disini?” tanya Arini dengan ragu- ragu.
“oh.. boleh saja..Dhimas! kesini sekarang!” panggil senior itu kepada
salah satu anggotanya.
“ada apa sensei?” Tanya Dhimas. “kamu saya minta untuk
menggantikkan wawancara ini. Jadi kamu yang harus diwawancarai, paham?”
“iya sensei..” jawab Dhimas pasrah.
...
“oke... pertama-tama.. nama saya Arini dan boleh saya tahu nama anda dan
sebagai apa anda di klub ini?” tanya Arini secara ‘profesional’.
“nama saya Dhimas Kurniawan Putra, saya sebagai anggota ketiga di klub
ini.” Jawab Dhimas.
‘Dhimas...? Kurniawan
Putra? Perasaan aku kenal deh? Heh! Mungkin aku salah.. kan banyak yang namanya
Dhimas Kurniawan Putra!’ pikir Arini.
.
.
“hallo..? hallo..? kamu sakit?” tanya Dhimas sambil melambaikan
tangannya. “ng.. ah
enggak kok.. eh iya.. kamu dulu Sdnya dimana?” tanya Arini dengan tidak sopannya karena salah tingkah.
“ehm... dari SD Mawar Sari…”
Arini yang mukanya memerah langsung jatuh pingsan karena saking malu dan
shocknya. Lalu Dhimas yang heran dengan Arini tanpa ba bi bu langsung menggotongnya menuju Ruang Kesehatan.
“uuugh~ pusyiing...!”
keluh Arini terbangun. “ah sadar
juga ni orang.” Gumam Dhimas sambil mengganti bajunya. Arini yang kaget karena
apa yang akan ‘dilakukan’ Dhimas, secara refleks langsung menyodorkan pisau
lipat pemberian ayahnya ke arah Dhimas. “jangan-pernah-coba-coba...” ancamnya.
“heh! Siapa yang mau ngapa-ngapain kamu? Santai lho! Ni pisau juga buat
apa lagi disodorin ke aku?! Kaya mau ngerampok aja!” judes Dhimas. “kamu gak
apa-apa kan? Kamu tadi juga kelihatan kecapekan..” potong Dhimas.
“mungkin...” jawab Arini menyembunyikan kebenaran kalau dia sedang
malu-malu anjing *lah?
“ngomong-ngomong.. tadi waktu kamu tanya SDku kamu juga kelihatan shock
banget.. ada apa sih?” sekali lagi,potongDhimas
dengan sok tau.
“ah gapapa kok... kamu kenal gak sama yang namanya Arini Dewi Sriratih?” jawab Arini sedikit gagap.
“iap... dia tuh anaknya latah banget dulu... juga dia ‘katanya’ suka
gitu sama aku..” jawab Dhimas dengan pede
nan alay nya. Entah kenapa, ingin
sekali Arini menendang laki-laki itu menuju kutub selatan ala tendangan kartun
Tsubasa (baca : TiSUBASAh)
“egh.. kalo aku.. boleh..k-kasih tau.. aku.. yang namanya.. Arini itu”
gagap Arini.
Diam...
Krik..krik..
Krik..krik..
Pok..pok..
Pok..pok..
Guk..guk..
*dilemparsepatu *gakusahbawabawahewanlaen!
“HAH?! ARE YOU SURE?!” sontak Dhimas dengan gaya yang ‘oh alaynya’.
“iya... itu aku..”
Entah kenapa.. seperti
Dhimas yang ingin pingsan sekarang, laki-laki itu langsung terdiam 10.000
bahasa. Arini yang mulai merasa bersalah langsung meluncur keluar dari Ruang
Kesehatan.
Sepertinya ia sudah
menemukan kembali orang yang dicintainya...
Keesokan harinya, Arini yang akan mewawancarai
tentang perlombaan Basket antara Delima Putih melawan Harapan Tiga Bandung dan
menulisnya di koran kampus DEPUTNEWS harus menghapiri pelatih tim basket DePut dan
sedikit mewawancarainya. Tapi, sebelum menyapa sang pelatih, sebuah tangan
berwarna putih halus menyentuh pundaknya. Kaget karena mengetahui milik siapa
tangan itu, Arini mendorong Dhimas dan langsung berlari tanpa mempedulikan
tugasnya. Tanpa berfikir, Arini langsung menuju lantai dua ke kelas biologi
yang kebetulan sedang sepi. Dengan nafas
terengah-engah, ia mengunci kelas itu dan duduk bersembunyi dibalik meja,
berharap Dhimas tidak melihatnya. Bayangkan saja kira-kira
lelaki itu akan berkata apa jika menemuinya dan mengingat yang kemarin : “hei! Kenapa kamu harus bohongin aku? Dan
lagi, ngapain kamu sampe bisa kuliah di kampus elit ini?!”
membayangkannya saja membuat bulu kuduknya bergidik, lebih bergidik dari
biasanya Resa yang selalu menakut-nakutinya di belakang dapur.
Drap..drap..drap..drap.. suara langkah sepatu yang sayup-sayup terdengar mulai keras dan
seketika itu juga terdengar suara ‘tok..tok..tok’.
Kaget, Arini langsung menekuk kedua kakinya dan entah kenapa pintu yang
seharusnya dia kunci tiba-tiba terbuka dan menunjukkan siluet seseorang yang tinggi, ideal, mengenakan kacamata, dan.. ‘tampan’ datang menghampirinya dan
berkata.
“ternyata kamu disini toh?” kata Dhimas dengan manisnya.
“k-k-kok kamu bisa buka pintunya?” tanya Arini takut karena seingatnya
kunci kelas ini sudah ada dikantongnya.
“aku tau kalo kamu lari kesini, jadi aku pinjem kunci dari mas penjaga..
ngomong-ngomong.. kok kamu lari sih? Kamu takut karena kemarin aku masang muka
gak enak yah? Maaf deh.. ya?”
“b-bener??” tanya Arini.
“janji deh..” jawab Dhimas sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengah
membentuk ‘peace’
Tertawa kecil, Arini tersenyum tanda permintaan maaf diterima. Dhimas
balas tersenyum dan mulai bertanya. “ kok kamu bisa kuliah disini?” “itu karena aku, Alya, sama Resa dapet
beasiswa.. jadi kuliah bareng deh disini..”
jawab Arini.
“berarti... kalian bertiga sekarang kuliah disini? Wah! Aku harus kasih
tau Terry!” seru Dhimas.
“memang kenapa?” tanya Arini. “kan
kamu bilang Alya sama Resa disini kan? Kebetulan Terry kemaren tanya-tanya
sekarang Alya kuliah dimana.. begono~”
“ooh~ hehehe..” jawab Arini dengan tertawa. “eh Arini.. aku baru tau
kalo senyummu ternyata manis~” puji Dhimas. Arini yang mukanya memerah mulai
meundukkan kepalanya. Kemudian Dhimas berkata “Kita temenan lagi yuuuk~!” seru
gembira keluar dari mulutnya. “eh.. emm..iya deh..” Dhimas tersenyum mendengar jawaban Arini. Padahal,
ia ingin lebih dari sekedar teman.. suatu saat nanti ia pasti akan
mengatakannya..
“will you be my
girlfriend? My flower...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar